Oleh: Najwa Afifah Khoerunnisa
Kamar itu menatapku dengan tajam. Sesaat, pintu putih tersenyum miring padaku. Aku bertanya-tanya dalam hati, “Mengapa pintu itu seolah-olah memiliki ekspresi iblis yang memperhatikanku?” Aku melayang menuju ruangan di mana biasanya aku berkumpul, namun sekarang hanya terlihat debu yang menyelimuti kursi-kursi.
Hampir tak sadar, aku duduk di kursi yang penuh debu dan bertanya pada diriku sendiri, “Kenapa aku duduk di kursi berhantu ini?”
Tiba-tiba aku tersadar. Dahulu, rumah ini penuh dengan gelak tawa yang harmonis. Suara-suara hangat yang membuat rumah ini hidup. Namun, sekarang, rumah ini hampa tanpa makhluk di dalamnya.
Pintu berwarna biru menarik perhatianku sambil berkata, “Bodoh! Kamu sudah mati, tolol. Tidak ada yang peduli dengan badanmu yang konyol ini.”
Dengan tangan terkepal, aku mendekati pintu biru yang penuh cakaran elang. Aku meninju salah satu cakaran itu sambil mengucapkan, “Kau yang hancurkan”.
Pintu berderak dan melemparkanku, lalu tersenyum sinis sambil berkata, “Rumah ini milikku dan tidak bisa diambil lagi olehmu, rumah butut ini.”
Pintu elang itu masuk dan menampar bagian belakang kepalaku, lalu pergi sambil tersenyum sinis, meninggalkanku terkapar, menatap pintu biru elang penuh dendam.
Aku memutuskan untuk membuka pintu lain di rumah ini, mencari kehidupan baru yang mungkin tersembunyi di baliknya. Pintu-pintu itu seperti jendela menuju dunia yang belum terjamah, dan aku yakin bahwa di setiap lorong, ada kisah yang menanti untuk diungkap.
Pintu biru elang tersenyum sinis dari kejauhan, tapi aku menatapnya dengan tekad. Aku tidak akan membiarkan diriku tenggelam dalam bayang-bayang kehampaan. Dengan langkah mantap, aku melangkah keluar dari ruangan ini, siap menjelajahi dunia baru yang menanti di luar sana. Mungkin ini saatnya untuk memulai kisah baru.
Dengan perasaan campur aduk, aku menutup pintu belakang rumah dan merasakan angin segar menyapa wajahku. Langit biru di atas sana menjanjikan petualangan baru. Aku tidak tahu apa yang menanti, tapi setidaknya, aku melangkah keluar dengan tekad yang baru ditemukan, meninggalkan pintu biru elang dan kehampaan di belakang.*
0 Komentar